BUDAYA  

BUDAYA ANIMISME DAN DINAMISME MASIH KENTAL PADA MASYARAKAT BAJAU TOROSIAJE

Avatar

BAJAUINDONESIA.COM: Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan yang sudah ada sejak zaman manusia purba dan memiliki akar budaya yang kuat di Indonesia, hingga saat ini masih ada masyarakat yang mempercayai kepercayaan ini. Tak terkecuali masyarakat suku Bajau. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena hidup sebagai pengembara laut adalah salah satu faktor mengapa masyarakat Bajau masih melestarikan budaya animisme dan dinamisme. Di tengah kehidupan yang modern bahkan setelah perkembangan islam di Indonesia, Bajau masih tetap menganut kepercayaan tersebut. Satu contoh Bajau Torosiaje.

Masyarakat Bajau di Desa Torosiaje mempercayai satu benda yang dianggap mampu menolak penyakit atau hal-hal buruk yang bisa saja masuk ke perkampungan Desa Torosiaje dan menyerang masyarakat. Benda tersebut disebut bate. Bate merupakan bendera putih ( dari kain kafan ) yang diritual khusus oleh para pemangku adat. Setelah diritual bendera putih ini dipasang tepat di depan kampung dan di panjatkan doa secara islami. 

banner 325x300
BACA JUGA:  Melihat Tradisi Duata pada Suku Bajo di Wakatobi
Gambar: Bendera ‘bate‘ didepan kampung Torosiaje

Bate sangat dipercaya oleh masyarakat Bajau Torosiaje sebagai penangkal penyakit atau hal-hal buruk terhadap masyarakat dan kampung. Pada umumnya, ritual bate ini dilaksanakan setahun sekali dengan tujuan selalu menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk mengganti bendera putih ( kain kafan) yang dalam setahun akan mengalami kerusakan.

Selain ritual bate, masyarakat Bajau Torosiaje juga melakukan upacara yang lebih besar dari ritual bate, yaitu Masoro. Masoro adalah upacara adat yang dilakukan biasanya 5 tahun sekali atau pada saat musim penyakit yang menyeluruh pada masyarakat. Bisa juga kita sebut pada musim peceklik. Dalam ritual ini ada banyak yang harus disediakan, beberapa diantaranya adalah perahu sampan, makanan (masak dan mentah), buah-buahan dsb. Setelah upacara (ritual) masoro diharapkan kepada masyarakat untuk mematuhi apa yang disebut ‘pamali‘.

BACA JUGA:  Jejak Petualang Tran7 di Pagerungan Besar

Pamali adalah dilarangnya masyarakat melakukan kegiatan yang bertentangan dengan adat, seperti membuat kericuhan dengan alasan mabuk atau yang lainnya, keluar masuk kampung menggunakan soppe / kapal besar. Dahulu jika hal ini terjadi maka yang bersangkutan akan dikenakan denda dan upacara Masoro bisa saja di ulangi. Pamali ini berlaku selama 3 hari setelah ritual masoro berlangsung. Setelah 3 hari berlalu warga masyarakat diperbolehkan melakukan aktivitas sewajarnya dengan baik dan benar.

Selain kepercayaan terhadap bendera bate, masyarakat Bajau Torosiaje juga masih memegang teguh ritual pengobatan yang mempercayai bahwa penyakit datang dan bisa disembuhkan oleh roh-roh. Dipercaya juga penyakit datang dari roh plasenta (ari-ari) manusia yang menjelma menjadi penyakit. Oleh sebab itu ritual khusus pengobatan yang berhubungan dengan penyakit tersebut harus segera dilaksanakan.

BACA JUGA:  Tari Dalling, Tarian Suku Bajau di Pulau Maratua
Gambar: persiapan sesajen untuk pengobatan

Ada banyak ritual pengobatan masyarakat Bajau di Torosiaje, diantaranya: tiba kaka, tiba raki, tiba kalongko, tiba anca. Semua pengobatan ini dilakukan dengan ritual khusus. Meski masyarakat Bajau Torosiaje masih memegang teguh budaya Animisme dan Dinamisme, kepercayaan terhadap sang khalik tidak pernah surut. Segala kemanjuran dari ritual inipun dikembalikan kepada yang maha kuasa.

error: Content is protected !!
× Chat Redaksi