BAJAUINDONESIA.COM: Cerita rakyat tentang seorang Putri Bajau yang bernama Simarunning pernah dikisahkan kembali dalam bentuk Storytelling oleh seorang Mahasiswi di sebuah Lembaga Perguruan Tinggi tepatnya di Fakultas Sastra dan Budaya. Berceritra dengan pembawaan serta mimik yang tepat menjadikan cerita itu dinikmati oleh audience.
Pada suatu hari putri Simarunning meminta izin Raja Bajau (Ayahanda tercinta) untuk pergi melaut bersama dayang-dayangnya. Memang melaut adalah aktivitas setiap akhir pekan Simarunning. Setelah mendapat izin dari Ayahanda, Simarunningpun segera berangkat bersama dayang-dayangnya. Perahu (lepa) mereka melaju menuju lautan lepas. Kali ini tumben Simarunning memilih melaut di jarak yang cukup jauh dari Kerajaan. Sampainya di tujuan, Simarunning meminta dayang-dayangnya tetap dalam lepa. Ia pun langsung melompat ke laut. Dengan gembira ia berenang bebas. Dayang-dayangnya yang heran dengan tingkah Simarunning memintanya untuk kembali ke lepa. Simarunning tak menghiraukan teriakan dayang-dayangnya. Tiba-tiba, awan tebal menggulung. Bertiuplah angin dari arah barat. Dayang-dayang segera meminta Simarunning untuk kembali ke lepa. Sepertinya badai segera datang. Mereka terlalu jauh dari Kerajaan. Angin semakin meniup kencang. Ombakpun mulai menggulung tinggi. Simarunning mulai kesulitan untuk berenang ke arah lepa. Dayang-dayangpun semakin sulit melihat ke arah Simarunning yang dihempas gulungan Ombak. Mereka berpegangan kuat dibagian cadik lepa sambil berteriak ke arah Simarunning yang tak bisa mereka lihat lagi karena pandangan mereka tertutupi derasnya hujan dan gulungan ombak akibat kencangnya angin barat yang mengamuk. Simarunning tak berdaya. Sesekali ia terminum air laut. Ia pun semakin sulit bernafas. Pandangannya mulai gelap. Lengannya mulai lelah untuk berenang melawan ombak yang akan menenggelamkannya. Dalam hatinya ia berkata; Aku akan mati. Papu (Tuhan), Apakah aku akan mati disini? Simarunning hilang diantara gulungan ombak itu. Para dayang semakin cemas dan takut. Mereka pun tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menangisi Simarunning, anak Raja mereka. Satu jam telah berlalu. Ganasnya badai mulai reda. Laut seakan tenang kembali. Hujan deras berubah menjadi gerimis. Salah seorang Dayang pingsan di tengah lepa. Tiga dari mereka lemas karena rasa takut pasca badai yang baru saja berlalu. Dayang Halimah yang masih kuat kembali berdiri dan menatap ke arah dimana Simarunning pergi berenang sebelum badai datang. Ia berteriak sekuat tenaganya. Simarunning… Simarunning… Ia pun tersadar bahwa anak Raja mereka telah hilang, hanyut di bawa arus dan besarnya ombak badai yang tiba-tiba datang tadi. Dayang Halimah semakin takut apa yang akan ia katakan kepada Raja Bajau. Beberapa menit terapung ditengah laut. Dayang Halimah kembali berdiri dan mengambil dayung lepa. Sejenak ia membiarkan teman-temannya yang pingsan dan lemas itu. Dengan suara yang parau serta isak tangis yang mulai memecah. Dayang Halimah berusaha menyadarkan para Dayang. Merekapun berusaha bangun dan menanyakan ke Dayang Halimah tentang Simarunning. Dayang Halimah menunduk dan tangispun tak kuasa ia tahan sehingga gemuruhnya badai berubah menjadi gemuruh tangis diantara mereka. Salah seorang dari Dayang meminta Dayang Halimah untuk tetap mencari Simarunning. Merekapun berusaha mencari. Tapi tak sedikitpun tanda-tanda Simarunning ada di sekitar mereka. Dengan tangan yang lemas mereka mendayung pelan untuk kembali pulang ke Kerajaan. Dalam perjalanan mereka masih teringat kemalangan yang menimpa Simarunning. Harusnya kami berenang bersamanya, ujar dalam hati salah seorang dari Mereka. Berjam-jam mereka mendayung lepa, nampaklah Kerajaan yang berdiri tegak indah dikelilingi hamparan pasir putih dan laut pantai yang biru. Sepertinya disini tak ada badai, atau mungkin badai telah berlalu dan suasana kembali tenang disini. Entahlah! Kata Dayang Halimah dalam hati.
Salah seorang punggawa melaporkan kepada Raja Bajau bahwa Putrinya telah kembali. Raja yang sebelumnya cemas karena kali ini Simarunning pergi melaut terlalu lama dan ia sudah menduga pasti putrinya pergi terlalu jauh dari kawasan Kerajaan. Raja kembali tenang dan segera menyambut putrinya. Dayang-dayangpun menghadap. Kecuali dayang yang tengah pingsan sejak tadi. Beberapa prajurit sudah membawanya langsung ke tempat istrahat dan dipanggillah Sandro untuk mengobatinya. Dengan gemetar Dayang Halimah berlutut dihadapan Raja Bajau dan segera menceritakan kemalangan yang menimpa Simarunning. Dengan hati yang terpukul Raja Bajau langsung terjatuh tanpa sadarkan diri. Ia sangat terkejut. Putri satu-satunya yang ia sangat sayangi telah hilang pasca badai itu. Kerajaan Bajau menjadi ricuh dengan berita tentang Simarunning. Empat hari sang Raja tergeletak pingsan di kamarnya. Urusan kerajaan di ambil alih oleh Punggawa-punggawa yang sudah ditunjuk. Raja pun kembali sadar dan segera mengumpulkan rakyatnya. Tanpa perundingan, ia memerintahkan rakyatnya mencari Simarunning hidup ataupun mati. Tak satupun dari mereka diperbolehkan kembali ke Kerajaan tanpa membawa Simarunning. Perintahpun langsung dilaksanakan. Hampir ratusan soppe kini berlayar menuju berbagai arah. Mereka melewati titik utama dimana Simarunning hilang. Namun tak ada tanda-tanda keberadaannya disana. Seminggu telah berlalu sejak soppe-soppe itu berangkat dari Kerajaan Bajau. Namun berita tentang Simarunning belum juga sampai ke Raja. Ia semakin sedih. Dalam pencarian mereka, sebagian mulai putus asa dan memutuskan tinggal di Pulau dimana mereka berhenti. Karena tak diizikan kembali dengan tangan kosong, mereka memutuskan untuk berhenti dalam pencarian dan menetap di setiap pulau mereka singgahi. Begitulah seterusnya sampai akhirnya tak satupun yang kembali dan menemukan Simarunning.
Bulan telah berlalu. Tahun pun akan berganti. Raja Bajau jatuh sakit karena hampir setahun belum juga ada kabar dari mereka yang sedang mencari Simarunning. Mereka seolah ikut menghilang bak Putri Simarunning yang malang itu. Sudah puluhan sandro mencoba mengobati Raja. Tapi ia tak kunjung sembuh. Memang ganasnya penyakit rindu mampu melumpuhkan organ-organ tubuh. Membuat waktu seakan berhenti. Rindu yang maha dahsyat itu sedang menyerang sang Raja. Oh, adakah mukjijat dihari esok, Papu? Ujar punggawa dalam hati.
Dikerajaan lain, tepatnya di Kerajaan Bone. Pun hidup seorang istri yang sedang mengandung anak dari Putra Raja Bone. Dia adalah wanita bisu yang ditemukan Putra Raja terdampar di sebuah pulau di kawasan Kerajaan Bone. Saat itu Putra Raja sedang berpatroli diperairan Kerajaan Bone. Ia tercengang manakala melihat tubuh wanita terdampar di Pulau. Ia dan prajuritnya menghampiri dan langsung membawanya ke Kerajaan saat tahu bahwa tubuh wanita itu masih bernyawa. Raja juga memerintahkan para Dayang untuk terus menjaga dan memantau perkembangan kesehatan wanita itu. Setelah beberapa minggu wanita itu kembali pulih namun ia menjadi bisu dan sulit mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Hal itu tidak begitu dipaksakan oleh Raja. Setiap akhir pekan Putra Raja mengajak wanita bisu itu berkeliling lautan Bone dengan harapan ingatan wanita itu kembali mengingat hal apa yang menimpanya saat itu. Sejak wanita itu hadir di Kerajaan, Putra Raja lebih meluangkan waktu untuk menemaninya, pun memperhatikan perkembangan kesehatannya. Hal itu ternyata menghadirkan rasa yang tak biasanya. Bahkan setiap harinya Putra Raja rela tak beristrahat hanya untuk menemani wanita itu. Seakan tak puas hanya memandang kecantikan wajah wanita itu dibalik bedak beras yang mulai pudar karena dibasahi keringatnya. Putra Raja sesekali menyentuh jemari wanita itu seakan ingin menggenggamnya dengan lembut. Putra Raja telah jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada wanita bisu yang sampai saat ini ia tak ketahui darimana asalnya. Semakin hari Putra Raja tidak bisa membendung perasaannya. Tanpa berfikir panjang, ia ingin membuktikan kesungguhannya mencintai wanita itu. Ia pun langsung meminta izin Ayahnya untuk dinikahkan dengan wanita itu. Sempat menolak karena asal wanita itu yang belum jelas. Namun hati Raja Bone luluh mengetahui waktu putranya saat ini dihabiskan hanya utk wanita itu. Di setujuilah keinginan Putra Raja mempersunting wanita yang saat ini tinggal di Kerajaan mereka.
Berita pernikahan telah beredar. Undanganpun sudah di kirim ke beberapa Kerajaan sahabat. Salah satunya ke kerajaan Bajau. Namun karena keadaan Raja yang sedang sakit parah, ia tidak bisa hadir di pernikahan Putra Raja Bone. Punggawa yang diperintahkan mewakilipun tak sampai hati meninggalkan Raja. Mereka hanya mengirimkan hadiah pernikahan. Pernikahan Putra Raja Bone berlangsung sakral dan megah. Para sahabat dari Kerajaan yang diundang telah berdatangan memberi ucapan selamat. Rasa bahagia menyelimuti hati Putra Raja. Entah bagaimana dengan wanita yang ia persunting. Apakah ia pun bahagia? Tanyanya dalam hati.
Di malam pertama mereka, Putra Raja yang kini telah menjadi suami wanita itu tak pernah menghalau pandangannya. Ia menatap dalam wajah istrinya yang selama ini sering ia tutupi dengan bedak beras. Didekapnya istrinya penuh cinta dengan harapan kelak jika istrinya kembali mengingat semuanya, ia tak akan pernah meninggalkan Putra Raja. Sudah hampir setahun suaminya (putra Raja Bone) mencari cara bahkan pengobatan terbaik untuk kesembuhan istrinya. Apalagi beberapa bulan lagi ia akan melahirkan. Sesekali ia merasa lengah dengan usahanya itu untuk wanita yang saat ini ia panggil “Dinda”. Ada sedikit kemajuan dari kesehatan Dinda. Meski ia masih membisu, setidaknya ia biasanya mengurus segala keperluan suaminya, melontarkan senyum tanda setuju disetiap pertanyaan atau keputusan dari suaminya. Hal itu sesekali meyakinkan Putra Raja bahwa istrinya akan kembali pulih seutuhnya. Waktu melahirkan telah tiba. Raja Bone pun ikut gugup menanti kelahiran calon cucunya yang sudah diprediksi seorang bayi laki-laki. Ini adalah anugerah luar biasa. Ditengah Kerajaan Bone akan lahir seorang bayi laki-laki yang kelak bisa mewarisi tahta. Isak tangis bayi langsung memecah kamar Dinda. Anak mereka telah lahir sehat dan normal. Para Dayang dengan bahagianya ikut mengurus persalinan tersebut. Putra Raja mendekati Istrinya yang masih lemah. Di kecupnya kening istrinya dan dengan lembutnya ia katakan ” Terimakasih, Terimakasih telah berjuang melahirkan bayi kita. Aku beri ia nama “Kinsan”. Dinda menunjukkan senyum kecil manis ke arah suaminya pertanda setuju. Kebahagiaan itu bukan sekedar dirasakan oleh Raja dan Putranya. Seluruh rakyatpun merasa bahagia mendengar berita kelahiran cucu pertama Raja Bone. Beberapa bingkisan untuk bayi berdatangan dari Sahabat-sahabat Raja sebagai ucapan selamat.
Setelah kelahiran Kinsan. Para Dayang sibuk membantu Dinda mengurusnya. Dinda yang sebelumnya jarang tersenyum kini selalu melontarkan senyum bahagianya bahkan sesekali terdengar suara tawa Dinda. Para Dayang sering bertatapan penuh senyum tatkala mereka mendengarnya kemudian menceritakannya kepada Putra Raja. Dayang pun sering bercerita bahwa sesekali Dinda melantunkan sebuah lagu yang belum jelas ditelinga para Dayang lagu apa sebenarnya yang ia nyanyikan untuk meninabobokan Kinsan, buah hatinya? Suatu hari, tanpa sengaja suami Dinda tercengang mendengar lantunan lagu dengan Bahasa Bajau. Diamatinya kalimat per kalimat lagu yang dinyanyikan oleh istrinya. Ia yakin itu lagu Bajau. Apakah istriku berasal dari Kerajaan Bajau? Ucapnya dalam hati. Memang berita hilangnya Putri Simarunning, anak Raja Bajau pernah geger di Kerajaan Bone. Tapi apakah Dinda adalah Simarunning? Timbullah rasa penasaran hebat dalam benaknya. Didekatinya Dinda yang masih melanjutkan lantunan lagunya. Semakin tercengang ketika ia melibat Dinda sedang menangis menyanyikan lagu Bajau itu. Pelan-pelan ia menyentuh lengan istrinya dan…. Tangis Dinda pun memecah manakala lagu yang ia nyanyikan masuk pada kalimat “Ua… Limonganku ma kita sanang Ua nggai lagi sikita”. Suaminya langsung memeluknya dan bertanya, Apakah kamu Simarunning yang hilang karena badai itu? Dinda tak menjawab. Namun ingatan Dinda perlahan-lahan kembali. Hal yang pertama ia ingat adalah kemalangan yang menimpanya. Dengan isak tangis yang tak bisa dibendung ia pun menceritakan kejadian itu kepada suaminya. Air mata menyelimuti keduanya. Putra Raja bahagia akhirnya Dindanya mengingat kembali siapa dirinya. Segera ia melaporkan hal itu kepada Ayahanda, Raja Bone.
Mendengar Ayahnya sakit parah, Simarunning yang saat ini di panggil Dinda mengirim pesan ke Kerajaan Bajau bahwa menantu Raja Bone akan berkunjung dalam rangka membesuk Raja Bajau yang hendak sakit parah. Dibalaslah pesan itu dengan menyetujui dan menunggu kedatangan Menantu Raja Bone tersebut. Dalam perjalananya ke Kerajaan Bajau, Dinda ditemani suaminya dan mereka pun mengajak Kinsan. Setelah tiba di Kerajaan Bajau. Semua punggawa dan orang-orang yang hadir terkejut manakala melihat yang datang adalah Putri Simarunning. Dayang Halimah tak berfikir panjang langsung memeluk Simarunning. Aku mengira Putri sudah meninggal. Maafkan kami yang tidak bisa menjagamu. Kata Dayang Halimah sambil memeluk erat Simarunning. Suasana semakin dipecahkan oleh isak tangis ketika Simarunning masuk dan mendekati Ayahnya. Ayahnya begitu kurus. Tak berdaya. Ia memanggil Ayahnya. Uaa… Uaa… Aku Simarunning Ua. Aku kembali untukmu. Peluklah aku. Raja Bajau dengan lemas dan berderai air mata bangun perlahan dan langsung dipeluk erat oleh Simarunning. Maafkan aku Ua… Ucap Simarunning. Ternayata mukjizat yang diharapakan itu tiba jua. Obat ampuh rindu itu adalah Pertemuan. Pertemuan inilah yang membuat Raja Bajau seakan kembali sehat. Ditambah lagi dengan mengetahui bahwa ternyata kiriman hadiah pernikahan itu adalah untuk putrinya. Raja Bajau bersyukur kepada papu (Tuhan). Simarunning langsung memperkenalkan suaminya, putra Raja Bone dan anaknya Kinsan. Raja Bajau memeluk cucunya dan tak hentinya mencium wajah mungil Kinsan. Ini sebuah kebahagiaan yang tertunda bagi Raja Bajau. Ini seperti ujian yang menemukan titik akhir. Bahagia. Itulah akhir ujian dari perpisahan yang terjadi pada Raja Bajau dan Putrinya, Simarunning. END
Note : cerita ini juga merupakan cerita asal muasal terdapat beberapa persamaan. Salah satunya persamaan bahasa Bajau dan Bugis Bone. Menurut bagai (orang yang bukan Bajau), bahasa Bajau mirip sekali dengan Bahasa Bugis Bone. Dan, cerita ini juga merupakan sejarah (menurut nenek moyang) kenapa suku Bajau itu tersebar hampir diseluruh pesisir, terutama di Sulawesi.