Kehidupan Cinta Laut Suku Mandar Sulawesi Barat

Ghozi Ahmad

Kapal Sandeq merupakan bukti warisan dan budaya suku Mandar yang perlu dilestarikan.

Pertalian antara suku dan laut pun tergambar dari Suku Mandar di Sulawesi Barat. Serupa dengan Suku Bugis dan Suku Bajo, suku Mandar juga punya hubungan khusus dengan perahu yang biasa mereka naiki ketika berlayar. 

Sandeq adalah nama perahu asli buatan Suku mandar ini. Serupa dengan Kapal Phinisi, kehebatan Perahu Sandeq ini digemari oleh para turis.

BACA JUGA:  Kapal Taxi Obama Tenggelam, Saat Berangkat dari Pagerungan Kecil Tujuan Pagerungan Besar

Bentuknya tradisional tanpa mesin, namun kokoh untuk mengarungi benua hanya dengan tenaga angin.

Perahu yang terkesan rapuh ini sebenarnya sangat diandalkan ketika Suku Mandar mengejar tuna dan memasang perangkap pada musim ikan terbang.

Interaksi Suku Mandar sendiri dengan lautan menghasilkan pola pengetahuan yang berhubungan dengan laut, yaitu berlayar (paissangang asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang), dan kegaiban (paissangang).

Meski dulu Perahu Sandeq sempat ditinggalkan, namun sosok Horst H Liebner, peneliti Sandeq asal Jerman, kembali memunculkan kecintaan terhadap perahu itu pada tahun 1995.

BACA JUGA:  Erni Bajau: Pulau Pasudor, Akan dikosongkan? Desa Bajau nan Indah yang Tak Ada dalam Pencarian Google

Sebuah ajang balap Perahu Sandeq yang digagas olehnya menjadi titik balik kelesatrian Sandeq.

Kala tidak berlayar untuk mencari ikan, balap Sandeq ini menjadi hiburan untuk Suku Mandar.

Namun Horst H Liebner tak hanya berniat melestarikan perahu itu, namun juga secara tersembunyi mengajari dan melatih Pesandeq untuk membaca arus, membaca angin, dan menghormati ritual yang ada di dalamnya.

Editor : Ghozi Ahmad (IL) Foto: Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

error: Content is protected !!