Breaking News

‎Nelayan Desa Mantigola Kec. Kaledupa Kabupaten Wakatobi Hilang tanpa Jejak, Perahu Ditemukan Kosong. Program Beasiswa Anak Nelayan Suku Same Bajau: Calon Mahasiswa STIAMI dari Berbagai Daerah Tiba di Jakarta Lewat Jalur POSBI Proposal Bantuan Tiket Pesawat Calon Mahasiswa Anak Nelayan Suku Same Bajau, CSR Bank BRI Pusat: Maaf Kami Belum Bisa Berpartisipasi Sekjend POSBI Sunirco: Beasiswa Jalur POSBI Kuliah di Jakarta Kesempatan Strategis bagi Generasi Bajau Erni Bajau Jelaskan Alasan POSBI Membuka Program Beasiswa Kuliah di Jakarta Jalur POSBI

Login Pendaftaran

Diduga Pembagian Mesin Disel oleh Kepala Desa, BERMASALAH, Rapat Klarifikasi Berakhir Ricuh

Tutorial Cara Pengisian Formulir KONFIRMASI KEHADIRAN DIALOG NASIONAL/INTERNASIONAL POSBI

Dalam rangka Hari Raya Idul Adha 1446 H, Sahabat Muslim Nusantara (Salimun) bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyalurkan hewan kurban untuk masyarakat Muslim di Pulau Kera, Kabupaten Kupang, Provinsi NusaTenggara Timur

Warga Pulau Kera Mendapat Bantuan Hewan Kurban dari Salimun dan BPK NTT

Sejak rekaman video Bupati Kupang berisi kalimat intimdasi beredar, link rekaman lengkap 👉🏻 https://youtu.be/cyUdCayUYLk?feature=shared hal tersebut menimbulkan keresahan dan kegaduhan dan meninmbulkan pro kontra di masyarakat karena terkesan arogan.

Belakangan ada kabar bahwa agenda relokasi belum dibahas dengan DPRD Kabupaten Kupang. Apakah Bupati Kupang akan melakukan relokasi tanpa membahasnya dengan DPRD Kab. Kupang?

Relokasi akan dilakukan secara paksa oleh Yosef Lede, tidak ada sosialisasi, tempat relokasi yang ditawarkan tidak memberi solusi untuk kehidupan warga lebih baik.

Bupati Kupang menggunakan kalimat AGAR HIDUP WARGA LEBIH LAYAK, MAU KASIH BAIK HIDUP WARGA dianggap sebagai senjata untuk menarik simpati publik agar mendukung gerakan dia merelokasi paksa warga Pulau Kera.

Belakangan muncul PT PITOBY yang juga mengklaim telah memiliki HGU dan sudah membeli pulau. Pitoby sudah mulai membangun villa dan restoran.

Pulau Kera, Hari Ke-1: Dialog Tolak Relokasi | Bupati Kupang Intimidasi Warga? | Kuburan Dibongkar?

KOTA KUPANG, DETEKSINTT.COM – Erni Bajau, S.Pd., M.Hum., Presiden Perkumpulan Orang Same-Bajau Indonesia (POSBI), menyampaikan orasi yang menyentuh hati di depan Gedung DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (15/5/2025). Di hadapan para demonstran dan pihak kepolisian yang tampak berjaga, Erni Bajau mengungkapkan kepedihan mendalam komunitas Orang Same-Bajau atas penggusuran yang mereka alami di berbagai wilayah Indonesia, termasuk yang terbaru di Pulau Kera terkait rencana relokasi warga oleh Pemerintah Kabupaten Kupang.

Dengan nada tegas, Erni Bajau mengingatkan bahwa keberadaan laut yang mendominasi bumi Indonesia adalah ruang hidup utama bagi suku Bajau.

“Tuhan menciptakan bumi menjadi dua bagian. Ada darat ada laut. Dan 75 persen bumi Indonesia yang terbesar adalah laut. Sementara masyarakat penghuni pesisir laut terbesar adalah orang suku Bajau,” ujarnya, menekankan keterikatan mendalam komunitasnya dengan lautan.

Lebih lanjut, Erni Bajau mengungkapkan bahwa gelombang penggusuran tidak hanya menerjang NTT, tetapi juga pulau-pulau lainnya di Nusantara. Ia menegaskan bahwa siap bergerak membela saudara-saudara mereka di Pulau Kera yang saat ini terancam terusir dari tanah leluhur mereka.

“Kami siap menduduki Pulau Kera dari Same-Bajau Indonesia. Siap datang ke NTT membela rakyat kami yang hari ini terintimidasi,” serunya dengan penuh keyakinan.

Ia juga melayangkan kritikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang atas nama “niat baik” yang dianggap Erni Bajau sarat kepentingan pribadi dan berpotensi adanya praktik “main mata” dengan pihak lain. Janji pembangunan fasilitas seperti masjid, sekolah, dan sumur air bersih dinilai tidak relevan ketika masyarakat kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan.

“Ketika masyarakat tidak bisa melaut, apa gunanya fasilitas dasar yang dijanjikan pemerintah Kabupaten Kupang? Kami tidak bisa disamakan dengan masyarakat yang ada di darat,” tegasnya.

Erni Bajau juga menyoroti pernyataan diskriminatif yang merendahkan eksistensi suku Bajau sebagai komunitas nelayan, dengan menyarankan mereka untuk beralih menjadi petani.

“Apakah petani mau disuruh jadi nelayan?” tanyanya retoris, menyindir ketidakpahaman pihak tertentu terhadap realitas kehidupan dan keahlian masyarakat Bajau.

Ia dengan lugas menyatakan bahwa relokasi di Pulau Kera adalah “konspirasi untuk kepentingan bisnis,” menepis klaim bahwa pulau tersebut adalah tanah negara tanpa mempertimbangkan status dan hak masyarakat yang telah lama mendiaminya.

“Apakah kita bukan milik negara? Apakah pohon di Pulau Kera, batu di Pulau Kera, bisa mencoblos?” sentilnya.

Erni Bajau juga memastikan bahwa perjuangan masyarakat Pulau Kera tidaklah sendiri. POSBI telah membawa isu ini ke tingkat nasional, termasuk Istana Kepresidenan, Komisi III DPR-RI, Kementerian ATR/BPN, dan bahkan berencana melanjutkannya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencari keadilan.

Di penghujung orasinya, Erni Bajau menyerukan persatuan dan solidaritas. “Hidup nelayan, hidup petani, hidup masyarakat yang tertindas. Pulau Kera, tolak relokasi, tolak relokasi!” pekik Dia yang disambut riuhnya dukungan dari massa aksi yang hadir.

Aksi damai ini menjadi simbol penolakan terhadap marginalisasi dan rencana relokasi yang dialami suku Bajau di Pulau Kera.

Narasi yang disampaikan Erni Bajau tidak hanya menyentuh aspek hukum dan ekonomi, tetapi juga menggugah nurani kemanusiaan, mengajak semua pihak untuk memahami dan menghargai keberadaan komunitas yang memiliki kearifan lokal. Solidaritas untuk Pulau Kera dan suku Bajau pun kini bergulir, menanti respons bijak dan berkeadilan dari para pemangku kebijakan.

Dari Gedung DPRD NTT, Orasi Presiden POSBI Gugah Solidaritas Nasional untuk Pulau Kera

Bupati intimidasi warga Pulau Kera terkait agendanya untuk merelokasi paksa warga Pulau Kera yang sejak ratusan tahun lalu ditinggali nenek moyang mereka.

Setelah mengintimasi warga, kemudian muncul PT Pitoby yang mengaku sudah membeli Pulau kera dari keluarga Bisilisin.

Kemudian Bupati Kupang, Yosef Lede, beralibi bahwa maksud relokasi adalah agar hidup masyarakat Bajau (Bajo) yang mendiami Pulau Kera lebih layak.

Yosef Lede mengatakan di Pulau Kera tidak ada sekolah dan air bersih, padahal di sana sudah ada SD dan SMP, ada Masjid, ada sumur-sumur sumber air bersih di belakang rumah atau pekatangan rumah warga, dan ada sumber air bersih jernih dan tawar di tengah sumur yang terletak di tengah Pulau Kere.

Pulau Kera Dibeli PT Pitoby, Lihat Kekayaan Lautnya | Yosef Lede Intimidasi Warga Terkait Relokasi

Load More... Subscribe

Beranda Artikel Gerakan Anak Bajau Membaca: Suasana Lapak Baca FMS2 di Desa Sapeken

Artikel, Berita, Berita Foto, Edukasi, Jatim

Gerakan Anak Bajau Membaca: Suasana Lapak Baca FMS2 di Desa Sapeken

Mei 26, 2019Mei 28, 2024

Telah dibaca 1,736

Suasana Lapak Baca yang tampak pada gambar di bawah ini adalah sebuah rumah baca yang dibentuk dan diprakarsai oleh Forum Mahasiswa Sama (Bajau) Sapeken yang di singkat FMS2.

BACA JUGA: Pulang Sekolah, Kami Berenang Membelah Laut Menuju Rumah, Kami Butuh Jembatan

error: Content is protected !!