Bentuknya Ramping, Lincah Dan Bisa Berlayar Melawan Arah Angin. Konon, Sandeq Merupakan Perahu Layar Tercepat Di Dunia.
Lagu ‘Nenek Moyangku Orang Pelaut’, memang sungguh terbukti dan mendarah daging bagi orang Suku Mandar di Sulawesi Barat. Mereka merupakan pelaut-pelaut ulung, dengan kapal tangguh, sandeq. Ketangguhan kapal ini sangat teruji, hingga diselenggarakan kompetisi layar dengan kapal sandeq yang digelar rutin, Sandeq Race. Tahun ini Sandeq Race kembali diselenggarakan di Mamuju, Sulawesi Barat pada pertengahan Agustus ini.
Ketangguhan Sandeq dan Makkarakkayi
Sandeq adalah jenis perahu layar bercadik yang digunakan nelayan Mandar sebagai alat transportasi antar pulau. Nama Sandeq berasal dari bahasa Mandar yang berarti runcing. Perahu runcing di bagian haluan dan buritannya. Pada haluan disebut paccong uluang dan bagian buritan disebut sebagai paccong palaming.
Konon sandeq adalah perahu tercepat sedunia, warisan leluhur yang biasa dipakai melaut dan sarana transportasi para pedagang pada masa silam untuk menjual hasil bumi. Postur sandeq yang ramping memang membuat kapal layar bercadik ini lebih lincah dan memiliki kecepatan yang baik dibandingkan dengan perahu layar lainnya.
Sandeq dapat berlayar melawan arah angin. Dengan teknik berlayar zigzag atau dalam bahasa Mandar disebut sebagai “Makkarakkayi”. Perahu ini sangat masyhur sebagai warisan kebudayaan bahari masyarakat Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Diperkirakan Sandeq digunakan masyarakat Mandar sejak 1930-an.
Suku Mandar mendiami pulau Sulawesi bagian barat, dikenal sebagai suku yang hidup dominan di wilayah maritim. Hal ini menjadikan masyarakat Mandar sebagai pelaut ulung yang melintasi luasnya lautan menggunakan perahu Sandeq.
Berevolusi Sesuai Tuntutan Zaman
Perahu Sandeq di awal generasinya tidak berbentuk seperti sandeq saat ini. Sandeq adalah sebuah perahu yang dibuat dengan sistematis sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga Sandeq mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Awalnya Sandeq dinamai pakur. Pakur memiliki bentuk lebih besar dan agak kasar dibandingkan generasi sandeq. Layarnya pun masih berbentuk segi empat dengan menggunakan dua bon dan satu layar. Pakur kemudian berevolusi menjadi perahu olang mesa. Olang mesa bentuknya hampir sama dengan pakur hanya memiliki sedikit perbedaan pada layar.
Sandeq memiliki sayap penyeimbang di bagian badan perahu pada haluan dan tengah perahu. Penyeimbang atau cadik ini disebut sebagai baratang. Pada layar perahu sandeq berbentuk segi tiga memiliki tiang yang disebut pallayarang dan untuk bon atau andang-andangnya disebut peloang, berasal dari kata pelo’ yang berarti gulungan. Selesai berlayar, layar perahu sandeq digulung pada peloangnya. Ciri khusus Sadeq lainnya adalah warnanya. Sadeq selalu dicat warna putih.
4 Jenis Sandeq
Bentuk dan ukuran Sandeq beragam, sesuai kebutuhan dan fungsinya. Ada 4 macam jenis Sadeq yang dikenal. Sandeq Pangoli, yaitu sandeq yang hanya dipakai 1-2 awak perahu, berukuran 3-4 meter. Sandeq jenis ini biasanya dipakai melaut mulai waktu subuh saat angin laut dan diakhiri saat siang sampai sore hari ketika muncul angin darat. Sandeq Pangoli dilengkapi alat tangkap berupa tasi (tali monofilamen) dan kail beserta umpan.
Yang kedua Sadeq Parroppong, terdiri dari 2 atau 3 bahkan 4 awak perahu. Ukuran perahunya lebih besar dari ukuran Pangoli, dan digunakan untuk melaut selama 3 hingga 7 hari. Tempat menangkap ikannya lebih jauh dan berpusat di Roppong, sejenis rakit yang ditanam di laut semacam rumpon.
Ketiga adalah Pallarung Lama yang biasa melaut hingga 30 hari dengan 4 sampai 6 orang awak. Pallarung hanya dipakai menangkap ikan dasar laut yang biasa mereka sebut bau batu. Dan yang terakhir, Potangga. Hampir mirip Pallarung, yang membedakan hanya pada jenis dan cara penangkapan hasil lautnya. Potangga untuk menangkap ikan terbang (CypsilurusAltipennis, Lat.) atau istilah setempat Tuing tuing, dan yang paling diutamakan adalah telurnya. Potangga hanya dipakai menangkap ikan antara bulan Mei sampai akhir bulan Agustus sepanjang tahun.
Sandeq Race
Kini Sandeg, walaupun masih ada, tidak lagi mengandalkan kekuatan angin dan layar. Tetapi banyak masyarakat yang menggantinya menjadi Sandeq motor agar bisa dipakai melaut kapan saja tanpa mengandalkan kekuatan angin laut dan lebih modern. Lama-kelamaan keberadaan Sandeq terancam menghilang.
Untuk melestarikan keberadaan Sandeq dan mengadu kelihaian nelayan memperhitungkan arah angin, dibuatlah Sandeq Race. Ajang ini digelar setiap tahun pada bulan Agustus. Perlombaan dimulai dari kabupaten Mamuju dan berakhir di Makassar, menempuh sekitar 300 mil laut.
Lomba ini diadakan untuk memperingati hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Lomba ini gratis bagi nelayan Mandar, dan disediakan hadiah yang menarik untuk juara umum. Bahkan semua peserta yang mencapai titik akhir juga memperoleh hadiah. Selama mengikuti lomba, passandeq, sebutan untuk awak Sandeq, ditanggung biaya makannya, dan diberikan uang saku untuk keluarga yang ditinggal.
Lomba ini memberikan kebanggaan sangat tinggi pada pemenang lomba dan akan terangkat status sosialnya. Kebanggaan inilah yang mendorong masyarakat membuat sandeq khusus lomba.
Perahu Sandeq adalah ikon kehebatan maritim masyarakat Mandar, kehebatan para pelaut ulung Mandar dibuktikan melalui pelayaran yang menggunakan perahu bercadik ini.
Penulis : Prabu Siliwangi