BAJAUINDONESIA.COM: MAntigola – Pulang Sekolah, Kami Berenang Membelah Laut Menuju Rumah, Kami Butuh Jembatanng yang berlokasi di tengah laut.
Kampung terapung ini memiliki jarak yang cukup jauh dengan daratan Pulau Kaledupa. Desa terdekat dari Mantigola adalah Desa Horuo, berjarak lebih dari dua kilo meter.
Beberapa tahun lalu, ada jembatan kayu bantuan PNPM Mandiri yang menghubungkan Mantigola di laut dengan Desa Horuo di darat, namun, jembatan ini sudah lama rusak parah, jembatan kayu ini tidak dapat lagi digunakan sebagai penghubung kedua desa. Karena jembatan sudah rusak maka untuk menuju sekolah, anak-anak harus mendayung menuju sekolah di kampung darat di desa Horuo.
Baca Juga
- Film “The Bajau” akan Pulang Kampung dan Tayang di Indonesia
- Erni Bajau: ODIS Bajo Cikal Bakal Organisasi Perempuan Suku Bajau Pertama di Indonesia
- Sengkang Manusia Laut di Torosiaje
- Tradisi dan Makna-Makna Simbolik BUSANA ADAT MASYARAKAT BAJAU INDONESIA
- Erni Bajau Melakukan Sosialisasi Pentingnya Pendidikan ke Desa Bajau Sulaho Kabupaten Kolaka Utara
- Duata Mandi Mayah: Titual Pengobatan Alternatif Suku Bajau
- BUDAYA ANIMISME DAN DINAMISME MASIH KENTAL PADA MASYARAKAT BAJAU TOROSIAJE
- Suku Bajau Membuat Lapangan Futsal di Atas laut
Fenomena ini sudah berlansgung selama puluhan tahun. Hal ini jugalah yang dialami pemulis. Harus mendayung berkilo-kilo meter jaraknya jika hendak ke sekolah, jika air laut surut, maka kami harus berjalan kaki menapak pasir laut , tentu dengan seragam sekolah dan sepatu dijunjung di kepala, agar tidak basah.
Telah puluhan tahun, kampung kami tidak tersentuh oleh pembangunan infrastruktur. Jembatan bantuan PNPM Mandiri sudah lama roboh dan hancur dimakan rayap, tak ada upaya perbaikan oleh pemerintah setempat.
Pak Herman, salah satu warga Bajau Mantigola mengatakan “Jika siswa pulang sekolah, biasanya mereka berjam-jam bahkan sampai seharian di ujung jembatan menunggu perahu keluarga atau kerabatnya datang menjemput, ketika tidak perahu tak kunjung datang, maka untuk menyeberang ke kampung, anak-anak akan akan menjinjing pakaian sekolah mereka di tangan lalu berenang menuju kampung Mantigola” Ungkapnya Pak Herman.
Sungguh pemandangan yang sangat memprihatinkan. Yang dikhawatirkan oleh para orang tua adalah jika kondisi air laut tidak tenang, laut berombak, atau arus laut pasang/surut sangat deras, perahu-perahu masih dipakai oleh orang tua mereka ke laut, sudah dapat dibayang apa yang akan terjadi pada anak-anak Bajau tersebut, tetap tinggal berjam-jam di ujung jembatan yang putus itu, atau nekat pulang ke rumah dengan berenang dan dengan pakaian sekolah yang melekat di tubuh mereka.
Kami butuh jembatan, demikian permintaan warga suku Bajau di desa Mantigola. Kami berharap Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat sudi kiranya melihat kondisi ini.
Penulis