BAJAUINDONESIA.COM: Tentang pakaian adat ini, kami masyarakat Bajau Desa Torosiaje telah diperkenalkan oleh Bapak Zulkifli Azir. Beliau adalah salah satu aktivis Bajau dari Indonesia yang pernah menyambangi beberapa wilayah yang di diami oleh suku Bajau di Malasya. Setelah memperkenalkan pakayan adat Bajau tersebut, secara spontan saya ingin pakayan adat ini di miliki oleh seluruh Masyarakat Bajau di Indonesia. Sehingganya saya harus menulisnya dengan harapan ini menjadi salah satu referensi untuk kita bersama.
Menurut saya ini adalah salah satu simbol kita sebagai satu suku yang besar yang mendiami sebagian wilayah Negara Indonesia. Saya pernah melakukan perjalanan ke perkampungan Bajau di beberapa Daerah. Ada beberapa hal yang saya amati, dua diantaranya adalah Bahasa dan Pakayan adat yang saat ini akan dibahas. Namun, pada catatan ini kita akan berfokus pada pakayan adat Masyarakat Bajau.
Sering saya melihat Bahwa Pakayan adat Bajau di setiap Daerah hampir berbeda. Padahal segala bentuk yang merupakan simbol Bajau itu sama. Menurut saya, hal yang menjadi pembeda adalah faktor Mayoritas yang mendiami Daerah tertentu. Contoh; di Provinsi Gorontalo terdapat beberapa suku minoritas salah satunya adalah suku Bajau. Suku Bajau adalah suku yang besar yang memiliki beragam Budaya dan Adat istiadat. Tetapi karena hidup sebagai minoritas di Gorontalo, Budaya dan adat istiadat suku Bajau sendiri terpengaruhi oleh suku Hulonthalo (Gorontalo). Terutama dalam hal Pakayan adat. Bahkan Bahasapun telah terpengaruhi. Nah, lewat catatan ini saya ingin membagi beberapa Materi yang juga merupakan pembelajaran di KELAS SEJARA BAJAU yang sempat saya lakukan bersama anak-anak Bajau Torosiaje sebagai pengenalan pakayan adat Masyarakat Bajau tersebut.
BUSANA ADAT KAUM SUKU BAJAU INDONESIA
Dalam berpakayan adat suku Bajau menjaga kaidah yaitu dengan memenuhi unsur syar’i dan tidak berlebihan. Untuk itulah setiap orang Bajau menggunakan busana adat dengan menyadari bahwa terdapat dua fungsi busana adat, yaitu: (1) untuk menutupi aurat sebagai fungsi utamanya, dan (2) menjadi perhiasan sebagai fungsi pelengkap.
1. SARIJJA
Sarijja adalah busana adat untuk kaum pria Bajau. Kata sarijja berasal dari bahasa arab “Allibasul rijalu” yang bermakna pakayan kaum pria. Sarijja tersebut terdiri dari: SIGAR, KAMAS, SALUAR, dan BIDAH.
2. SIGAR
Sigar adalah tutup kepala yang dibuat dari bahan kain tenun. Bagi kaum suku Bajau, kepala dalah bagian terpenting dan terhormat dari tubuh manusia yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan. Sebutan Sigar berasal dari kata SIKKER, istilah yang dipakai oleh masyarakat Bajau untuk mengatakan fokus atau konsentrasi dalam upaya mendekatkan diri manusia dengan sang pencipta. Sigar tersebut terbentuk atas bagian-bagian yang disebut: BODI, PANORO,LAMA MANDIATA, LAMA MANDIA, dan RUMBEI. Makna Simbolis di balik Sigar, adalah sebagai berikut:
a. Bodi
Melambangkan perahu (lepa) yang sejak dahulu kala dikenal sebagai sarana transportasi sekaligus sarana akomodasi bagi kaum suku Bajau.
b. Panoro
Bagian berbentuk segi tiga laksana ujung tombak yang mengarah ke ujung hidung (noro ma toroh uroh). Ini melambangkan bahwa di dalam kehidupan kaum suku Bajau ditekankan untuk selalu melihat ke bawah sebagai bentuk rasa syukur atas setiap nikmat dan karunia yang telah diperoleh.
c. Lama Mandiata
Bagian berbentuk layar, mengingatkan suku Bajau akan makna falsafah Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai. Layar di atas (lama mandiata) perahu melambangkan keberanian menjalankan sebuah prinsip dan tentulah dilakukan dengan penuh kearifan dan perhitungan yang matang.
d. Lama Mandia
Bagian berbentuk layar terbalik, bermakna suku Bajo berani menghadapi resiko dan tantangan seberat apapun. Bagian ini melambangkan kesetiaan dan keberanian menegakkan kebenaran meskipun nyawa sebagai taruhannya.
e. Rumbei
Di bagian belakang Sigar terdapat 2 ujung kain disebut Rumbei yang mengelilingi Bodi terikat satu sama lainnya. Ujung kain yang satu merupakan symbol dari “Syahadat Tauhid” – ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH – dan ujung lainnya adalah symbol dari “Syahadat Rasul” – ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH – Kedua ujung kain tersebut terikat menjadi satu bermakna “Syahadat’ain” – ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH –. Setelah Sigar terikat, kemudian dipakai di kepala, di bagian yang bagi orang Bajau merupakan bagian terhormat. Artinya, Syahadat harus ditempatkan paling atas. Pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi- sendi Islam.
3. KAMAS
Kamas adalah baju lengan panjang yang dibuat tanpa kerah. Istilah Kamas berasal dari kata dalam Bahasa Arab “Kamasun” yang bermakna baju. Sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa mengenal baju tanpa kerah dengan istilah-istilah, seperti: Gamis, Baju Koko atau Baju Taqwa. Demikian pula halnya dengan masyarakat kaum Suku Bajau di antaranya juga mengenal pakaian ini dengan menyebutnya sebagai “Badu Taqwa”.
4. SALUAR
Saluar Adalah celana panjang yang menutupi lutut dan betis dibuat dari bahan dan warna yang sama dan senada dengan Kamas. Pengertian dan filosofi Saluar sama dengan Kamas, yaitu sebagai pakaian yang menutupi aurat kaum laki-laki dan sekaligus sebagai perhiasan melalui corak, warna dan accessories tambahan yang biasa digunakan menghiasi Saluar.
5. BIDAH
Bidah atau sarung adalah busana khas kaum suku Bajau yang digunakan untuk menutupi sebagian dari Saluar mulai dari pinggang hingga sedikit di atas lutut. Sebagai perhiasan untuk memberikan kesan elegant, maka bahan, corak dan warna Bidah dibuat sama persis dengan Sigar. Bidah dikenakan miring (bidah pasiri) menutupi sebagian besar kaki kiri dan hanya menutupi sebagian kecil kaki kanan, mulai dari pinggang hingga paha kanan, bermakna untuk memberikan keleluasaan gerak bagi kaum lelaki suku Bajau, melakukan attraksi pencak silat (manca) atau memainkan alat-alat music khas suku Bajau (gandah sama).
6. SAMARRA
Samara adalah busana adat khas untuk Kaum Wanita Bajau. Kata Samarra berasal dari bahasa Arab “Libasul mar’a” yang bermakna pakaian kaum wanita. Samara terdiri dari: Sigadda, Kamada, Juada, dan Roktaha.
7. SIGADDA
Sigadda (Sigar Dinda) adalah tutup kepala yang dibuat dan berlapis bahan kain keras, digunakan oleh kaum wanita Bajau sebagai bagian dari Samarra, untuk memberikan ciri khas Pakaian Tradisional Bajau. Terdapat empat lambang bintang berjajar di sisi Sigadda dan satu lambang bulan bintang di bagian atas, melambangkan Agama Islam mendapat dukungan di kalangan kaum suku Bajau serta dijunjung tinggi sehingga ditempatkan pada tempat tertinggi (Kepala) dalam kehidupan.
8. KAMADA
Kamada (Kamas Dinda) adalah busana adat kaum wanita suku Bajo yang dirancang dengan lengan panjang tanpa kerah, layaknya Kamas yang digunakan oleh kaum pria. Namun, tentu saja Kamas dan Kamada memiliki perbedaan. Jika Kamada untuk kaum wanita lebih kaya warna-warni dan bentuknya feminim, sedangkan Kamas untuk kaum pria hanya berwarna polos, serta bentuknya yang lurus memanjang. Kamada dirancang agak longgar dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bergerak dan tidak memberi kesan penampakan lekuk-lekuk tubuh kaum wanita.
9.JUADA
Juada (Jumba Pipinda) semacam rompi digunakan sebagai pelengkap Kamada untuk memperindah penampilan kaum wanita.
10. ROKTAHA
Roktaha digunakan untuk menutupi bagian pinggang hingga betis, umumnya menggunakan Rok Panjang (Roktaha), namun bisa juga menggunakan sarung atau celana panjang dengan corak dan warna yang serasi dengan Kamada, namun tetap memperhatikan etika berpakaian dan tidak ketat, dalam arti tidak boleh memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh (aurat) yang harus dijaga dan dipelihara oleh kaum wanita.