BAJAUINDONESIA.COM: Suku Bajau yang disebut juga suku pengembara laut (sea nomads) menyebar luas di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Suku Bajau tergolong pada 4 suku di Dunia yang memiliki kemampuan spesial; Bajau dengan kemampuan menyelam tanpa alat dalam waktu yang cukup lama. Moken di Thailand dengan kemampuan penglihatan lebih baik di dalam air. Sherpa yang tinggal di Himalaya selama lebih dari 6.000 tahun dengan kemampuan sebagai pendaki gunung handal, dan suku Hmong di China dengan kemampuan berkomunikasi dengan cara bersiul. Namun, kemampuan spesial suku Bajau bukan hanya terbatas pada menyelam tanpa alat dalam waktu yang cukup lama. Melainkan juga kemampuan melihat tanda alam untuk mengetahui berbagai hal.
Sebelum keberadaannya di Nusantara suku Bajau hidup dengan mengandalkan alam. Alam memberi mereka kehidupan dan juga bisa menciptakan kematian. Kepercayaan animisme dan dinamisme yang melekat sampai zaman ini menjadikan mereka terlibat penuh dalam menjaga kelestarian alam, khususnya alam bawah laut. Sehingganya, pada era modern ini bagi sebagian kecil orang Bajau yang terlibat dalam destructive fishing atau penangkapan dengan cara perusakan ekosistem laut adalah mereka yang tertular pengetahuan dari ilmu-ilmu yang diperoleh dan disalah gunakan. Orang Bajau lebih suka bermain di laut daripada belajar di bangku sekolah. Bagaimana mereka mengetahui dengan mudah cara dan metode destructive fishing jika tidak ada orang-orang bodoh yang mentransfer ilmu-ilmu itu kemudian mengatas-namakan orang Bajau-lah yang merusak ekosistem laut. Bahkan dengan tangan mereka (non bajau) menyediakan segala bentuk bahan berbahaya itu. Suku Bajau sangat tahu persis dampaknya jika merusak alam, khususnya laut karena kepercayaan ‘setan laut‘ akan marah sangat tertanam pada jiwa orang Bajau dan Tuhan tidak akan menyediakan ikan lagi untuk mereka.
Alam mendidik orang Bajau untuk mengetahui segala hal. Beberapa diantaranya adalah mereka bisa mengetahui waktu/jam dengan melihat matahari dan bintang. Bintang tersebut adalah bintang kejora atau yang dikenal sebagai bintang timur meski pada penjelasannya bintang timur yang dimaksud bukanlah sebuah bintang melainkan sebuah planet yaitu venus. Menurut orang Bajau bintang ini muncul 2 sampai 3 kali dalam semalam, khususnya pada saat musim angin dari arah tenggara bertiup. Kemunculan terakhir bintang ini yaitu pada waktu memasuki subuh (sekitar jam 4). Orang Bajau yang akan melaut pada waktu tersebut cukup melihat bintang timur atau yang dalam bahasa Bajau-nya ‘mamau‘ sudah muncul.
Selain itu, suku Bajau yang merupakan orang pemeluk agama islam sejak sebelum masuk di pesisir pantai Asia Tenggara kira-kira 1500 tahun sebelum masehi diberi kemampuan untuk melihat tanda-tanda alam lainnya untuk mengetahui munculnya bulan satu malam. Tanda yang pertama adalah munculnya bunga lamun. Kemunculan bunga lamun ini akan hanyut mengikuti arus dan biasanya membentuk hamparan putih. Hamparan bunga lamun akan terus terlihat sampai bulan 3 malam dan kembali memuncak pada bulan 14 malam sampai 17 malam. Oleh karena itu, sebelum Mentri Agama megumumkan hilal untuk menentukan puasa Ramadhan, orang Bajau lebih dahulu mengetahui bahwa bulan baru telah muncul.
Selain bunga lamun, orang Bajau mampu mengetahui bulan baru ketika teripang laut berdiri tegak lurus. Mungkin bagibagei ( bukan orang Bajau) mengetahui teripang laut berdiri tegak lurus adalah hal yang impossible. Tetapi itulah kenyataan bagi orang Bajau yang sering melihat fenomena ini. Teripang laut akan berdiri tegak lurus pada bulan 1 malam sampai bulan 3 malam. Lalu, pada bulan 27- 29 malam teripang laut berdiri pada jam 1 dini hari.
Suku Bajau melakukan aktivitas-aktivitasnya di laut. Karena itu, laut memberi banyak pengenalan untuk mengetahui tanda-tanda alam. Pantaslah jika kalimat ILMU BAJAU DALANGA LANGE DALALANG TARUSANG (ilmu bajau setinggi langit sedalam samudera) artinya alam memberi mereka banyak pengetahuan dan secara sendirinya orang Bajau mengetahui itu.